Senin, 22 Maret 2010

ayah bunda inilah jalan menuju taman bahagia. kuhembuskan napas rinduku disetiap waktu


"...kurangkaikan kalimat ini dengan linangan air mata. surat ini mungkin tak akan pernah benar-benar sampai ke hadapan kalian. Tak diantarkan burung merpati, tak pula diterbangkan angin. Surat ini kutitipkan pada dunia. Biarlah mereka yang menyampaikan tanda cinta ini kepada ayah dan bunda...."

Alloh Maha tau bahwa dia adalah anak yang menyayangi ibu dan ayah. Sayang karena Alloh. Bukan semata sayang karena nurani, namun karena Alloh yang memerintahkannya untuk merendahkan “naungan” kasih sayang terhadap mereka berdua.

Ketika dia di buaian hingga masa bersepeda roda empat

Dibuai oleh ibu dan ayahnya bergantian. Ibu adalah wanita penyabar yang rendah hati dan tak banyak mengeluh. Ayahpun mencari nafkah tanpa banyak bicara tentang lelahnya bekerja seharian. Ibu dan ayah begitu sayang padanya.

Dia belum bisa berjalan, baru belajar berdiri. Berulang kali melangkah, sebanyak itu pula terkantuk. Akan tetapi tangan ayah selalu mengawasi dan siap menahan agar tak terjerembab ke lantai. Jangan sampai ada luka walau sekedar segores lecet.

Ibu mengetahui kesusahan anak itu karena hidungnya yang tak mampu bernapas lega. Dia sedang pilek. Ibu tak tahan melihatnya kesakitan, maka ibu menyedot ingus dari kedua lubang hidung itu dengan mulutnya. Betapa sayang ibu padanya.

Pernah suatu ketika dia mengalami suatu sakit yang parah. Ibu langsung menggendongnya sambil berlari ke rumah seorang dokter. Ibu berlari sambil menangis melihat dia yang semakin melemah. Duh ibu, engkau begitu mencintainya sepenuh hati.

Kala hari libur tiba, ibu menyempatkan waktu untuk mengajarinya menjaga keseimbangan bersepeda roda empat (dua ban di depan dan belakang, dua ban di samping kiri dan kanan untuk membantu menjaga keseimbangan). Sungguh senang dia bisa mengayuh di jalan yang luas.
“horeee aku bisa bersepeda”.

Tak berapa lama akhirnya dia bisa bersepeda cukup dengan dua roda. Alhamdulillah.


Yang Penting Kamu Udah Berusaha Nak

Hari penerimaan raport tiba. Dia tak bisa menjadi rangking pertama di kelas. Sungguh muram mimiknya. Akan tetapi ibu tak luput menghiburnya,
“g perlu sedih anakku sayang. Yang penting kamu sudah usaha,nak!” setelah itu kembali ceralah dunia. Dia tak perlu bersedih. Ada ibu yang senantiasa membesarkan jiwanya, menggelorakan semangatnya, mengajarnya tuk menegakkan kepala menghadapi dunia sehingga dia tak melulu sedih tersungkur di kala gagal namun segera bangkit dan kembali menatap ke depan dengan berbinar penuh semangat dan tawakkal pada Alloh..


Di Negeri Seberang Aku Membelah Angin Dan Berterik Mentari

“dia” yang dulu kini telah menjadi “aku”.
“aku sekarang sudah dewasaaaaa, bunda.! Aku sekarang aku sudah dewasa, ayaaaaaaaaaaaaah.!
Di negeri seberang ini kubelah angin dan berterik mentari. Aku berjalan sembari menerjang derasnya hujan. Kukokohkan badanku seperti karang yang selalu tegar dihempas ombak. Bukankah aku tak boleh menjadi seorang penakut???. Alhamdulillah tanganku sempurna berjumlah dua, kakiku sempurna tegap melangkah. Aku tak boleh jadi penakut, bukan?? Selalu ada Alloh yang menjadi penolongku selagi aku bertauhid dengan benar kepada-Nya. Aku memegang prinsip itu.

Duhai ayah, bunda..
Aku kini berada di dunia baru yang lebih terang. Seterang mentari di siang hari. Dunia yang menaungi orang sholeh pendahulu kita. Aku bahagia dengan dunia ini: al-qur’an dan assunnah dengan pemahaman para salafhus sholih. Bahagia yang amat dalam, bukan hanya senang sesaat. Kutemukan islam yang kucari. Inilah dia pegangan hidupku..

Kututurkan tentangku diseberang ini sambil berlinangan air mata ( duhai Rabbi, jadikanlah air mata ini sebagai penghalang dahsyatnya neraka)

Kubayangkan nikmat abadi yang kuperoleh jika aku bisa bertahan dalam kesabaran dan keyakinan akan janji alloh. Pastinya akan banyak ujian yang kulalui seiring semakin besar pengakuan cintaku pada jalan ini karena Aloh.
Betapa aku berharap Allah senantiasa mengingatNya dan berdoa hanya kepada-Nya, dianugerahkan istiqomah di jalan cinta-Nya. Tak lupa kudoakan ibu dan ayah. Semoga Alloh senantiasa selalu menyayangi kita dan keluarga kita di dunia dan akherat. Di dunia, yaitu saat bumi dan penghuninya sedemikian carut-marut ini. Di akherat, yaitu di saat tak ada lagi pertolongan dan keselamatan selain dari Alloh Robb semesta alam.

Kan Kuceritakan Diriku yang Sekarang.

Duhai ayah, bunda..
Sewaktu kecil, ayah sering mengantarkanku belajar membaca al-qur’an pada seorang ustadzah tiap hari kamis. Taukah ayah dan bunda, kini aku bukan hanya sekedar belajar membaca al-qur’an??? Hari-hariku penuh dengan haru biru bersama alqur’an dan hadist-hadist nabi-Nya. Sungguh jarang aku merasa sedih dan gundah gulana karena dunia ini. Adapun jika sedih itu datang, pastilah karena maksiat dan dosa yang telah aku perbuat. Ayah dan bunda. Sungguh ini adalah jejak-jejak panjang yang kutapaki yang merupakan kelanjutan pijakan-pijakan kecil yang dulu ibu dan ayah membantuku untuk menelusurinya.

Taukah ayah dan bunda. Sekarang aku sudah pandai membaca deretan-deretan huruf arab dari kitab-kitab para ulama yang tak bertorehkan harakat?? Ini adalah buah kesabaran ayah dan bunda mengajariku membaca dan menulis semenjak kecil.

Akupun tak luput memperbaiki ibadah dan akhlakku. Itulah yang menjadi kesibukanku saat ini. Aku pula mengurus duniaku agar menjaga harga diriku. Cukuplah aku kerja keras dengan kedua tanganku agar tak menengadah memelas wajahku meminta belas kasihan orang lain. Ayah dan bunda, inilah sekuntum harumnya kebahagiaan yang begitu ingin kuceritakan selama ini kpada kalian berdua.


Adapun Komentar Mereka Maka Jangan Diambil Hati

Banyak orang berbisik pada ayah dan bunda bahwa anaknya dinegeri seberang entah menjatuhkan diri ke lubang sekelam apa sekarang. Ayah dan bunda melawan semua itu dan meyakinkan diri mereka sendiri ,
”anakku tak seperti sangkaan orang. Dia adalah anak yang bisa dipercaya.”

Aku menangis bukan karena takut pada tatapan aneh manusia atau perkataan mereka yang mengiris bagai sembilu. Aku mengucurkan air mata mengingat wajah murung bunda berhari-hari. Tak lain dan tak bukan karena memikirkan aku yang telah “berubah”.

Bundaku sayang nan terkasih.
Anakmu ini mohon maaf jika akan jujur berbicara. Sungguh akan kupilih kata-kata yang paling indah agar kemurunganmu berubah menjadi senyum yang penuh keceriaan bak merah cerianya fajar di garis cakrawala.

Aku Bangga Dengan Jalan Yang Kupilih Ini.

Ayah, bunda..
Jalanku ini bukanlah jalan yang baru apalagi dikatakan sesat. Inilah jalan yang dahulu Berjaya tapi kini terasing. Kemuliaan akan kita peroleh (dengan izin Alloh) jika kita teeguh meniti jalan ini.
Akan kugambarkan sedikit dari warisan Rosululloh shallallohu’alaihi wasallam yang kujumpai di sepanjang jalan ini:

Manusia diperintahkan untuk mengesakan Alloh dalam tiga perkara: rububiyah, uluhiyah, nama-nama dan sifat alloh.
Kita diperintahkan untuk berpegang teguh pada Alqur’an dan as-sunnah dengan pemahaman para sahabat Rosululloh. Bukan berdasarkan pemahaman setiap orang
Kita diperintahkan agar bertakwa kepada Alloh sebagaimana kita diperintahkan untuk memperbaiki akhlak kita.
Kita diperintahkan untuk berbuat baik kepada orang tua dan karib kerabat, menyambung silaturrahim dengan mereka, berbuat baik dan tidak mengganggu tetangga serta memuliaka tamu.
Kita senantiasa dihibur dengan indahnya surga dan dunia itu tidaklah kekal.
Kita senantiasa diingatkan dengan siksa neraka.,


Ayah, bunda.. dengan bekal seperti itu maka bagaimana bisa aku gegabah dan semena-mena kepada ayah dan bunda. Begitupun dalam menjelaskan jalan yang kupilih ini. Sayang dan sabarku karena Alloh menjadi penyanggaku untuk mengajak ayah dan bunda meniti jalan keselamatan ini bersamaku.

Biarkan Dunia Yang Menyampaikannya

Ayah dan bunda, surat ini mungkin tak akan pernah benar-benar sampai ke hadapan kalian. Tak diantarkan burung merpati, tak pula diterbangkan angin.
Surat ini kutitipkan pada dunia. Biarlah mereka yang menyampaikan tanda cinta ini kepada ayah dan bunda.
Semoga Alloh melindungi jiwa-jiwa kita dari kebinasaan di saat manusia menceburkan diri mereka sendiri ke dalam malapetaka.
Semoga Alloh mengumpulkan aku, ayah, bunda dan orang-orang yang kita cintai karena Alloh di firdaus al-a’laa bersama para nabi, shiddiqin, syuhadaa’ dan sholihin…



(Note: dari kisah seorang ikhwan dengan kosakata yang kuubah seperlunya)

di copy paste dari Notes FACEBOOK Fachrian Almer Akira

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian.Net